RaSa itU


Hidup itu memang rumit. Ibarat jalan panjang yang seolah tak berujung. Kadang saat berada di jalan tersebut, hujan deras tiba-tiba menggoyahkan hasrat untuk meneruskan perjalanan. Kadang panas terik membuat dahaga mencekik kerongkongan seolah isyarat bahwa kita akan mati perlahan. Kadang jalan itu terasa sejuk, mungkin terlalu melenakan, hingga enggan melangkah maju. Namun, hidup tidak selamanya demikian. Ada bagian dari hidup--banyak, namun kadang terabaikan--yang merupakan sebuah alasan untuk maju, baik sendiri maupun bersama.

Kemarin, kutemukan sebuah rasa di ujung jalan. Menghampiriku dan bergelayut manja di sudut hatiku. Rasa ini muncul tanpa tanda. Seolah terserang hasrat ingin hidup, hidup bersamaku. Rasa ini seakang menangis haru di hadapanku, hingga tak perlu banyak waktu untuk memastikannya meraih tempat walau hanya di sudut hatiku. Rasa "kecil" yang kekira takkan banyak berpengaruh pada asaku.

Hari ini, rasa itu masih tersimpan di hatiku, dalam... cukup dalam tempat yang disinggahinya, hingga kini aku pun tak mampu menyentuhnya. Dia tumbuh di hatiku, lalu mengambil alih peran nalarku. Terlihat bodoh, ya... kutau persis aku yang bodoh, tapi aku bahkan tidak dapat mengatakan atau melakukan apa pun. Aku dan rasa itu ibarat jantung dan debarannya. Hidup bersama atau mati.

Bila diriku telah cukup dewasa, seharusnya aku telah mampu mengolah rasa itu. Rasa yang sebenarnya dapat dikendalikan. Tanganku tidak mampu menyentuhnya, apalagi untuk mengeluarkannya dari hatiku. Ada perih yang harus kutanggung beriringan dengan tumbuhnya rasa itu. Perih yang kurasakan sejak pertama rasa itu menghampiriku. Perih yang tak cukup cerdik untuk kudefinisikan di awal waktu. Perih yang menemaniku menjalani hari.

Aku hanya ingin menunggu. Tapi itu berarti mengikis hidupku perlahan-lahan. Aku sedang mencari langkah yang tepat untuk menjaga rasa itu bila memang tak cukup mampu untuk kuhilangkan. Menjaga agar rasa itu tidak merongrong hidupku, kini, dan nanti. Tidak ada hal yang sempurna untuk dijadikan pilihan, namun kita harus menyempurnakan ikhtiar, doa, dan tawakkal untuk memperoleh pilihan terbaik.

oleh: Nila Sartika Achmadi

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS