Pagi Ini....

Hari ini, aku bangun dengan segumpal kegundahan di hatiku. Entah mengapa, aku terus saja gelisah. Perasaanku seolah kalut, resah, tidak tenang, dan... apalah namanya, intinya aku merasa gak nyaman pagi ini.

Aku menyelami hatiku, mencoba menemukan berbagai opsi yang membuat perasaanku seperti ini. Apa mungkin karena hari ini ada ujian Matek? Huh... entah mengapa, mata kuliah yang satu ini sangat membebani pikiranku. Tahun lalu, tepat di semester yang sama ketika aku pertama mempelajarinya, hari-hari dapat kulalui dengan santai, bahkan tanpa melibatkan terlalu banyak energi seperti saat ini, aku tetap memiliki keyakinan, insya Allah bisa dapat nilai terbaik (A). Tapi, sekarang saat aku ngulang, sepertinya bebannya sangat berat. Aku tidak ingin dapat nilai selain A, karena aku melalui banyak hal sampai akhirnya ngulang bareng adek kelas. Mungkin ada sedikit gengsi, tapi insya Allah terus berupaya untuk ditepiskan, karena toh, aku sama sekali tidak punya hak untuk berbangga diri dan merasa lebih dari yang lain, sehingga tidak seharusnya aku ngulang.

Jujur, awalnya susah banget buat mengikhlaskan aku ngulang mata kuliah ini. Tapi, apa boleh buat nilaiku E. Bayangkan, dari target nilai A, aku hanya bisa mengantongi predikat E. Bukan karena nilai ujianku jeblok, atau karena gak ngumpulin tugas, tapi karena aku gak ikut UAS susulan dengan alasan terbodoh yang pernah ada se-dunia. Namun, keengganan untuk ngulang akhirnya dapat kunetralisir. Mungkin ini cara Allah untuk menguji keikhlasanku menuntut ilmu. Bila aku benar-benar ikhlas, aku akan rela memperdalam ilmu sekali lagi walau tindakan itu harus diberi label "Ngulang".

Menjelang ujian Matek, entah mengapa seolah ada beban yang menindih hatiku. Sindrom menjelang ujian Matek berhasil meluluhlantakkan persiapan pagiku. Rasanya laper, tapi susah makan. Bawaannya gelisah. Tapi, kalau ini benar sindrom Matek, kenapa pagi ini di kepalaku, kata Matek justru tidak dapat kutemukan? Apa mungkin aku kepikiran yang lain? Tapi bener, aku gak bisa menemukan satu kata yang secara pasti dipilih oleh otakku untuk dipikirkan. Atau, aku harus bertanya pada hatiku, karena sepertinyanya, hatiku yang merasakan semua ini.

Aku takut pagi ini menjadi begitu asing karena aku tau apa dan siapa yang harus kuhadapi? Aku harus menghadapi apa yang tidak ingin dihadapi oleh hatiku. Selain ujian Matek bagi otakku, hatiku juga tak lepas dari ujian. Setelah memutuskan untuk meninggalkan hal yang mungkin menjerumuskan hatiku pada tindakan kriminal menduakan cinta Allah, hari ini mungkin kesungguhannya akan diuji. Masihkah aku sanggup untuk berkata tidak pada sesuatu yang terlihat indah oleh satu sisi hatiku?

Entah apa jawaban dari kegelisahanku pagi ini. Tapi aku berharap, agar hari ini tetap berjalan dengan baik di bawah perlindungan-Nya.... Amin....

Oleh: Nila Sartika Achmadi

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

Indikator Dehidrasi Ruhiyah

"Dehidrasi adalah gangguan dalam keseimbangan cairan atau air pada tubuh. Hal ini terjadi karena pengeluaran air lebih banyak daripada pemasukan (misalnya minum). Gangguan kehilangan cairan tubuh ini disertai dengan gangguan keseimbangan zat elektrolit tubuh." (http://id.wikipedia.org/wiki/Dehidrasi)

Itu dia definisi dehidrasi fisik. Gimana kalo yang dehidrasi itu adalah ruhiyah kita? Apa ada minuman khusus penyeimbang elektrolit ruhiyah? Dehidrasi ruhiyah memerlukan penanganan yang lebih intens dibandingkan dehidrasi fisik. Kekeringan ruhiyah dapat berujung pada menjauhnya seorang hamba dari Rabbnya. Jika terus dibiarkan, hamba tersebut bisa tersesat dan bermuara pada neraka. Na'udzubillah....

Berikut ini adalah indikator dehidrasi ruhiyah:

Melencengnya motivasi
Dalam beraktivitas, hendaknya semua yang kita kerjakan diniatkan untuk ibadah sebagaimana hakikat penciptaan kita yaitu untuk beribadah kepada-Nya. Namun, seiring berjalannya waktu, niat atau motivasi kita sering saja melenceng. Awalnya bertujuan untuk mendekatkan diri dengan Rabbnya, malah sekarang beraktivitas dengan tujuan untuk dikenal makhluk-Nya. Melencengnya motivasi dapat menjadi sarana awal bagi iblis untuk mengeringkan ruhiyah para ummat Rasulullah saw.

Mudah ngambek
Seseorang yang ruhiyahnya senantiasa dibasahi oleh iman, maka hatinya akan menjadi lapang. Hati yang lapang akan mudah memaafkan, sehingga tidak mudah baginya untuk ngambek. Sebaliknya, bagi hati yang tidak lapang, si empunya akan menjadi sensitif dan larut dalam emosi yang susah untuk dikendalikan. Hal ini yang menyebabkan seseorang mudah ngambek.

Mengutamakan istirahat (mentoleransi diri)
Terkadang, seorang aktivis terlalu disibukkan oleh organisasi dan berbagai aktivitas yang menyita waktu. Setelah berbagai kegiatan, kadang kita merasa butuh waktu untuk beristirahat--mungkin lebih lama dari yang seharusnya kita butuhkan. Memangs semua orang fitrahnya butuh istirahat, tapi jangan mengambil jatah lebih dari yang dibutuhkan oleh tubuh dan pikiran. Padahal, rehatnya seorang aktivis dakwah adalah ketika beribadah.


Merasa putus asa dengan diri sendiri dan tidak berdaya lagi melakukan rutinitas
Seseorang yang merasa putus asa berarti telah menunjukkan indikasi keringnya ruhiyah dan semakin jauhnya seseorang dari Rabbnya. Satu-satunya tempat bergantung dan meminta adalah Allah. Apakah kita tetap menempatkan Allah sebagai tempat bergantung dan meminta bila kita merasa putus asa? Rasa putus asa biasanya menimbulkan sikap menghindar dari rutinitas. Seseorang telah men-cap dirinya serba tidak berdaya, baik dalam menghadapi dirinya, maupun dalam melaksanakan rutinitasnya. Hal ini harus dihindari, karena kita adalah hamba Allah, dan ada Allah tempat memohon.


Mudah khawatir, panik dan tergesa-gesa dengan amanah yang diemban
Sikap tergesa-gesa itu datangnya dari setan. Dalam melakukan segala hal, sebaiknya kita tetap tenang. Energi yang kita miliki akan banyak terkuras jika melakukan sesuatu dalam keadaan panik dan tergesa-gesa. Selain itu, ketergesa-gesaan dapat membuat kita lalai dari dzikir.

Melakukan kemaksiatan baik sadar maupun tidak
Semua orang pasti menghadapi fluktuasi keimanan. Saat kadar iman kita sedang turun, iblis akan mudah menjebak kita untuk melakukan kemaksiatan. Kemaksiatan yang besar akan menghancurkan kita, begitu pula kemaksiatan kecil yang dianggap enteng jiga akan menjerumuskan kita pada jurang kekeringan ruhiyah.

Semoga kita dapat memiliki ruhiyah yang bening dan terhindar dari kekeringan. Semoga jiwa kita senantiasa dibasahi oleh dzikir.... Amin....

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

Lanjutan Rasa Itu

Oleh: Nila Sartika Achmadi

Hari ini kulihat seseorang sedang bermuram durja. Wajahnya tampak lesu seolah tiada matahari baginya hari ini. Kantung matanya yang bengkak menceritakan kesedihan yang dilaluinya tadi dalam. Ada gumpalan tanya yang ingin kulontarkan. Tapi dia sedang menggerakkan bibirnya seperti ingin mengatakan sesuatu, tapi... tidak... dia masih diam.


Wajahnya memelas. Saat melihatnya, aku seolah ingin memeluknya dan memberitau bahwa aku bersedia menjadi teman berbagi jika ia ingin menceritakan sesuatu.


Saat aku mendekatkan tanganku padanya, ada sebuah sekat yang memisahkan kami. dingin. Sebuah cermin. Orang yang kulihat sedang bersedih itu adalah diriku. Mungkinkah hari ini aku seburuk itu? Apakah upayaku untuk mengikis rasa ini terlalu menyakitkan, hingga raut-raut kesedihan melekat erat di wajahku?


Kemarin, setelah kuputuskan untuk tegas pada hatiku, kurasakan sakit yang meradang.
Mungkin ini yang terbaik, karena perlu banyak ujian untuk menempa kedewasaanku.
Walau sakit, asal dapat kuselamatkan hatiku dari kekangan rasa ini, akan kuterima sepenuh hati.
Sepotong senyum yang tersimpan rapi di sakuku, semoga dapat kumunculkan kembali dan kupasang di wajahku. Agar dapat kusembunyikan kesedihan ini dari dunia. Cukup aku dan hatiku yang bersedih...


Selamat tinggal rasa...
Bila kelak kita bertemu lagi, tolong ingatkan aku bahwa aku pernah sakit karenamu, agar aku berhati-hati....

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS