Tangisan Subuh

Subuh ini rasanya ada yang berbeda. Entah apa, tapi aku merasakannya. Ah, peduli amat, yang jelas satu hal yang tidak berbeda dari biasanya,bahwa aku harus berangkat ke mesjid untuk shalat Subuh. Aku berjalan menuju WC dan memanjakan diriku dengan buaian air wudhu yang cukup untuk membuat mataku terbuka begitu pula dengan hatiku.

Di perjalanan aku mendengar suara adzan yang merasuk sadarku, jauh hingga ke relung-relung hati. “Indah nian panggilan itu.” Sejenak aku merasa begitu beruntung, masih bisa mendengar panggilan surga dengan hati yang telah kubangunkan dari kelalaian. Aku rasanya begitu asyik dengan semuanya, dan tidak ingin ini berlalu. Tapi…entah apa yang kupirkan, anganku hampir malangkah terlalu jauh sedangkan langkah kakiku sudah tidak jauh lagi dari rumah Tuhan yang kutuju.

Aku terbuai dengan kekhusyukanku dengan Allah dalam mesjid berlantai dua ini. Seusai sahalat, seperti biasanya aku bersalaman dengan jamaah yang rutin hadir untuk shalat di mesjid. Saat manggengggam tangan mereka ada rasa tidak ingin berpisah.

“Pak, maaf ya, kalau selama ini saya ada salah!” ucapku pada mereka yang hampir semuanya adalah orang dewasa.
“Memangnya Nak Hasyim ada salah apa? Setahu Bapak Nak Hasyim orang baik dan sopan,” kata Pak Sanusi. Dia menatapku seolah penuh tanda tanya.
“Namanya juga manusia Pak, pasti tidak mampu luput dari kesalahan. Termasuk saya.” Entah ada apa denganku, tapi sesuatu yang berbeda sejak tadi begitu terasa. Aku duduk temenung di atas sajadah biru yang sudah begitu akrab dengan kening ini.

Saat mata ini tetuju pada sosok pria berjanggut lebat, tiba-tiba tetesan air mata membasahi pipiku. Beliau adalah H.Hasan. Orang yang telah merawatku hingga dewasa. Meski dia bukan ayah kandungku,tapi dia telah membawaku dari jalanan.

“Pak, maafkan saya. Salama ini saya telah merepotkan Bapak. Saya….” sudah tidak ada lagi kata yang sanggup kuucapkan. Aku bersimpuh di hadapannya yang sedang bersandar di tembok mesjid.
“Nak,ada apa denganmu pagi ini? Kau terlihat aneh, Bapak merasakannya.” H.Hasan membelai kepalaku,membuat air mataku mengalir semakin deras.
“Kamu tidak ada dosa apa-apa sama Bapak, tenaglah! Atau mungkin kamu sedang ada masalah, ceritakan saja Nak!”
“Tidak,Pak!”
* * *
Adzan Subuh kembali menjemputku dengan buaiannya. Beberapa hari ini aku merasakan sesuatu yang aneh, terlebih saat berangkat ke mesjid setiap Subuh. Tapi untuk kali ini aku merasakan ada kelegaan, apalagi beberapa hari yang lalu aku telah minta maaf. Entah karena apa, tapi aku merasa harus melakukannya.

Seusai shalat Subuh, aku memohon maaf kepada Allah atas segala kekhilafanku. Tanpa kusadari, air mataku menetes. Saat aku bangun dari dudukku, ada kelegaan yang melebihi segala rasa lega yang pernah kurasakan.

“La…ilaha illallah Muhammadarrasulullah!” kalimat ini rasanya tak ingin lepas dari bibirku dan lekat di hatiku. Sepertinya diriku ini menjadi begitu dekat dengan sang Khaliq. Tiba-tiba aku merinding, lalu sekali lagi, dua kalimat tauhid itu kulafadzkan. Semakin dekat kurasa diriku dengan Rabb seluruh alam.

Semuanya menjadi ringan namun di sisi lain terasa begitu sakit. Entah sisi mana yang sakit. Bahkan selama hidup, inilah masa tersakit yang kurasakan. Apa ini pertanda?

Lalu kulihat H.Hasan menengok tubuhku yang terjatuh di lantai mesjid.
“Ina lillahi wa inna ilaihi rajiun!” ucap H.Hasan.
Ternyata kini Malaikat Izrail telah menjemputku.

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

Terbalas Tanpa Terkirim

“Kak Putri, aku…., ah tidak ah! Lupakan saja!” ucapku pada Kak Putri saat itu. Sebenarnya aku ingin memberitahu Kak Putri, sayangnya aku malu. Melihat tingkahku ini, dia hanya mengerutkan dahi tanpa meminta penjelasan lebih lanjut dariku.

Keesokan harinya, Kak Putri meng-hampiriku di kelas.
“Nisa, kemarin kamu mau bilang apa?”
“Soal….soal perasaanku.”
“Kalau begitu bilang saja!”
“Tapi… aku malu!”gurat merah jambu kurasakan terlukis halus di wajahku.
“Adikku yang manis, tidak usah malu. Kakak tahu kok…ikhwan itu anak sini juga, kan?”
“Darimana Kakak tahu?” suasana hening sejenak, “tapi…ini bukan salahku kalau aku mengaguminya, siapa suruh Kak Firman terlalu memukau.”
“Nah lho, sekarang Kakak tahu deh, ternyata yang bikin wajah adikku jadi pinky sweety begini Kak Firman toh.”
“Lo, bukannya Kakak sudah tahu?”
“Kakak memang tahu kalau kamu sedang terjangkit the pinky virus, jadi Kak Putri pancing saja. Eh, kebetulan umpan Kakak tepat, he...he....”

Perbincangan kami menjadi semakin seru. Seperti biasa pasti selalu ada ceramah yang muncul di tengah pembicaraanku dengan Kak Putri. Katanya, wajar kalau banyak akhwat yang mengagumi kesholehan Kak Firman, tapi yang penting itu sejauh mana posisinya dalam hati kita. Jangan terlalu istimewa, apalagi sampai mendominasi keranjang cinta yang jelas sudah pembagiannya.

Beberapa hari ini, aku terus merenungi kata-kata Kak Putri. Tapi, tanpa kusadari perasaan itu semakin dalam. Bahkan niatku untuk godhul bashor kini nyaris hilang tanpa jejak. Saat dia lewat, mata ini tak sanggup melirik yang lain hingga ia hilang dari pandangan.

Waktu terus berlalu dan membawa rasaku semakin jauh. Kadang bila aku mencoba memejamkan mata ini, bayangannya muncul walau hanya sekejap lalu hilang lagi. Tidak salah lagi, dia mirip penampakan di acara Uji Nyali, tapi bedanya dia merupakan penampakan yang muncul di hatiku dan………!!!!?

Akhirnya ide nekatku muncul juga. Aku memutuskan untuk memberitahu Kak Firman tentang perasaanku lewat secarik kertas surat berwarna pink yang bagian bawahnya tertulis kalimat”There is no more special place than in your heart. So, let me to be there!” Sepertinya kalimat itu telah merangkum semua isi hatiku. Tapi aku memberi sedikit tambahan untuk menambah kesan pada surat cintaku yang pertama ini.

Saat aku mencari amplop untuk suratku, aku menemukan sebuah buletin berwarna hijau. Buletin itu terbitan IKRAMULLA. Kupikir mungkin saja ada sesuatu yang membuatku lebih tahu tentang Kak Firman dan dunia rohisnya yang belum genap setahun kugeluti.

Benar juga dugaanku, aku menemukan sebuah artikel yang ditulis oleh Kak Firman.

“Pemuda-pemudi zaman sekarang, tidak ketinggalan berbagai peluang untuk jihad. Salah satunya adalah dengan memendam rasa “suka” pada seseorang. Apalagi budaya kiriman dari acara Katakan Cinta yang makin marak dilakukan oleh remaja-remaja zaman sekarang. Semakin besar godaan untuk mengutarakan rasa suka, semakin besar pahalanya jika bisa memendam rasa itu. Katakan cinta bukannya tidak boleh, tapi lihat tujuannya. Kalau tujuannya untuk melamar calon pasangan hidup, tentu saja boleh, bahkan sangat dianjurkan. Tapi kebanyakan yang dilakukan remaja sekarang, bertujuan untuk menjalin hubungan yang memang tidak diniatkan untuk pernikahan.”

Ups….

Hatiku bagaikan tersambar sesuatu yang rasanya lebih dahsyat dari sambaran petir. Meskipun aku belum pernah disambar petir, tapi ...... entahlah, itu cara hatiku mendefinisikan perasaanku.

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

Husband Right vs. Wife’s Heart: Who Wants to Choose

Polygamy has been a very controversial subject. Polygamy is a custom of having more than one wife at the same time. One important aspect of controversy is weather a man should be permitted to do polygamy. Supporters claim that it is the part of the human right or even tends to husband right, while the opponents states the existence of true love in a family.

The proponent of polygamy stands on the right given by the religion, especially Moslem. They are allowed to have more than one wife as long as it is not more than four ones. However, there are some conditions where the man can do polygamy. The conditions are (1) not for lust, (2) fair. Not for lust means a marriage is not based on lust. The man does not marry the second wife – doing polygamy – because of the beauty of the woman. It should tend to save the woman. Fair refers to the way of expressing the husband’s love. Weather in maintenance’s division even to the loving care division. The supporters believe that if they can fulfil the conditions, they should be allowed to do polygamy.

However, the heart of the wife is still a sensitive part. One way to show the man that she loves him is by having him exclusively. The wife puts herself as the most important one for the husband. While bringing “the second love” means unrespectable of the woman’s love.

The other oppositional reason is that polygamy as psychical hardness. It will hurt the heart of the wife. Our country announces the protecting of the citizen by hindering from hardness in domestic, weather it is physical or psychical hardness. The wife can be stressed in her home. Actually, it is the kind of hardness that the government want to avoid.

Considering the reasons above, polygamy is a very hard thing to be done. It is allowing the release of love. The husband right has to face the wife’s heart. In addition, it will meet in a very difficult choice to be chosen.

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

SMS Ultah Terbaik Tahun 2008

NiLa…
Nama yG iNdAh..
NiLa…
Mgkn bG oRaNg wRna NiLa iT mSh tRaSa aSing..

Tp,itlah keistimewaan NiLa,LaNgka nMun sNgat beHaRga…

SartiKa..
Brmkna s’org wNiTa yG tNgGuH,biJak,nMuN pNuh dEdikasi&pHtiaN..
PuNya SmAngaT yG BsAr..

BnYak hRapan yg tUrut iKuT mRanTau bSmA kPrGianX
MnnTuT HaK SbGai mNuSia yG IngN mJd LbiH bAiK….
MruBaH tAkDiR yG kiAn MnMpaNya mJdi sOsOk Yg dHoRmAtI…

JadiLah NILA SARTIKA yg pNuH dGan SgLa kBaiKan,Jd t4 ygtDuH u/mNauUnGi Mnusia2 Yg MISKIN ciNta&kSh SyAnG..

MjDi sOrAng AKHWAT DAMBAAN SYURGA, YG DCEMBURUI OLEH BIDADARI KARNA KEANGGUNAN SIFATNYA..

HaPpy Bday hOnEy..

Sender:
Sri Rahayu Indah Samputri A.
11-Jan-2008
23:09:38
Di detik-detik pergantian label usia

“Ukhti… maaf jika selama ini saya sering mengabaikan hal-hal yang seharusnya tidak terabaikan… but trust me! I’ll never ever 4get u, coz you’re one of the best friends I have. Thanks a lot for everything.”
~Nila Sartika Achmadi~

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

Sahabat dan Bintang di Langit

Sahabat dan Bintang di Langit
Seorang sahabat pernah berkata bahwa sahabat itu seperti bintang. Walau jauh, ia tetap bercahaya. Kadang ia tak nampak, namun sebenarnya dia selalu ada. Dia tak mungkin dimiliki, namun sulit untuk dilupakan.

Bagiku, sahabat adalah sebuah pilihan. Ketika kita memlilih untuk melalui segala hal sendirian, sahabat akan menjadi penopang saat kita rapuh dan tidak mampu bertahan sendirian. Dia akan menguatkan kita dengan doanya.

Saat kita memilih untuk melalui segala hal bersama, dia bukan orang yang tubuhnya akan selalu ada di samping kita, namun doanya terus mengikuti setiap langkah kita. Dia akan ada saat kita membutuhkan teman untuk berbagi, namun dia akan meninggalkan kita sendiri dalam waktu yang dia ingin kita habiskan untuk berkhalwat dengan Rabb semesta alam.

Ketika kita memilih jalan hidup yang berbeda, dia akan mengingatkan sebuah jalan yang harus selalu dilalui bersama, yaitu jalan dakwah, jalan jihad, yang akan mempertemukan kita di hari kemudian. Saat kita memilih jalan yang keliru, dia tidak akan diam. Dia akan menegur kita. Mungkin suatu saat tegurannya akan menyakitkan, tapi percaya, bahwa sedikitpun dia tidak ingin menyakiti hati sahabatnya. Bahkan dia akan menangis pilu jika mengetahui kita tidak lagi memilih jalan menuju surga Allah, sedangkan dia tidak bertindak apa-apa untuk mencegahnya.

Seorang sahabat tidak pernah menjadi manusia sempurna, karena begitulah adanya dia, sama seperti kita, manusia biasa. Namun, dia senantiasa menyempurnakan cintanya pada Allah sehingga cintanya pada makhluk Allah selalu berlandaskan cinta karena Allah.

Memang tidak seindah bintang di langit, karena cinta dalam hati seorang sahabat memancarkan cahaya sendiri yang jauh lebih cerah dari cahaya bintang. Cahaya itu merupakan cahaya iman yang terpancar untuk orang sekelilingnya, termasuk sahabatnya. Cahaya itu terpancar dari senyumannya saat melihat kebahagiaan kita, terpancar dari teduh pandangan yang ingin menenangkan kita di saat risau, bahkan terpancar dari kemarahannya saat kita mendekati larangan Allah dan menjauhi perintah-Nya.

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

Menjadi Akhwat Dambaan Surga

Menjadi Akhwat Dambaan Surga
Aku belajar darinya tentang cara menjaga diri. Dia adalah akhwat yang kukagumi dan kucintai karena Allah. Dia bertahan dalam situasi yang sulit bagiku untuk melaluinya sendiri. Mungkin baginya lebih baik sendiri tanpa gangguan atau bantuan dari orang lain. Dia berbagi saat semua telah berhasil dilaluinya, saat semua tinggal menjadi pelajaran. Dia berbagi bukan untuk membagi kesedihannya, tapi untuk menceritakan hikmah di balik semua yang telah dilaluinya SENDIRI. Suatu saat nanti, aku ingin perih yang kurasakan, cukup aku dan Rabbku yang tau. Atau bila ada yang harus kuberitahu, cukup kepada orang yang dipilih Allah untuk menjagaku.

Aku belajar darinya tentang cara menjaga diri. Dia tidak pernah membiarkan dirinya terbuai dalam angan dunia. Dia terjaga oleh jilbab yang terus tergontai anggun seiring setiap langkahnya yang penuh dzikir. Tubuh dan hatinya dibalut halus oleh pakaian taqwa sehingga tidak semua ikhwan berani mendekatinya. Dia memang mengeksklusifkan dirinya hanya untuk ikhwan shaleh pilihan Allah. Matanya terjaga dari pandangan yang menjadi anak panah iblis. Dia tetap bergaul dengan ikhwan, tapi seolah terpasang tegas batasan-batasan sehingga tidak ada daerah abu-abu antara boleh dan tidak.

Suatu saat aku ingin seperti dia. Aku tidak ingin mataku menjadi jalan merasuknya bisikan-bisikan iblis ke hatiku. Karena angan yang ditimbulkannya hanya membuat hatiku risau atas sesuatu yang bukan hakku.

Aku ingin menanti dalam naungan iman. Aku percaya bahwa suatu saat nanti Rabbku akan memberi jawaban atas semua yang kujalani dan yang pernah kujalani. Aku percaya Allah sedang mengajariku tentang hidup, tentang penghambaan abadi hanya untuk-Nya, dan tentang cinta yang berfokus pada-Nya. Mungkin sekarang aku bukan dia, orang yang kukagumi, tapi aku yakin, Allah mempertemukanku dengannya untuk belajar darinya. Aku tidak ingin disalahkan karena selama bersamanya tidak ada pelajaran yang kupetik.

Bila tiba saatnya, aku ingin menjadi diriku yang bisa mengantarku pada surga-Nya.

Bilakah itu? Besok? Lusa? Atau 1201?

Tahun lau seorang saudara padaku bertanya tentang harapanku di usia yang baru. Aku sendiri lupa jawabannya. Tapi kini aku punya satu harapan. Aku ingin menjadi akhwat dambaan surga yang dicemburui bidadari karena keanggunan sikapnya.

Hm… ya Allah… hanya kepadamu aku menyembah, dan hanya kepadamu aku memohon pertolongan. Tunjukilah aku jalan-Mu yang lurus, yaitu jalan orang yang Engkau berikan nikmat kepadanya, bukan jalan orang-orang yang kau murkai, bukan pula jalan mereka yang sesat.

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

Bertahan


Seharusnya aku tidak membiarkan perasaan ini membodohiku. Jelas-jelas iblis sedang mencoba untuk menjebakku sekali lagi. Ya Allah, susah untuk bertahan saat ini. Aku tidak berani mendefinisikan perasaanku, tapi sungguh sulit untuk bertahan.

Aku mencoba untuk mengalihkan perhatianku, namun, bukan perhatianku yang teralihkan, hanya rasa jengkel yang terklampiaskan tidak pada tempatnya. Ya Allah, jika bisa aku memilih.

Aku tidak ingin sebel pada apapun atau siapa pun. Tapi entah mengapa setiap aku ingin meredam semuanya, justru muncul berbagai hal yang membuatku seolah begitu rapuh.

Nila. Mungkin ini jalan terbaik yang Allah berikan padamu agar kau belajar. Bukan sekedar teori, namun Allah mengajarkanmu sesuatu yang lebih sulit dari yang kau bayangkan. Karena Allah sayang, makanya kau diuji. Karena Allah senantiasa melakukan seleksi bagi hamba-hamba Nya untuk menentukan siapa yang merupakan hamba sejati. Bila kau menyerah sekarang, nanti kau akan menyesal dan berkata, "Andai dulu aku...."

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS