Oleh: Nila Sartika Achmadi
Aku suka warna pink. Waktu kecil dulu, aku selalu ingin mengatakan bahwa warna pink yang terbaik. Tapi, semakin lama aku menyadari bahwa warna yang monoton samasekali tidak indah.
Aku suka pelangi. Mejikuhibiniu (merahjinggakuninghijaubirunilaungu).
Merah
Kata merah mengingatkanku pada map merah. Aku pernah kehilangannya sekali. Saat kutemukan kembali, aku berjanji tidak ingin kehilangannya lagi. Map itu berisi perjalanan prestasiku sejak SMA. Bukti nyata di atas kertas atas perjuanganku. Tak kan terganti.
Jingga
Aku suka jingga matahari sore. Bulat dan begitu mencolok. Ada ketenangan yang bersanding bersamanya. Ada pula haru yang terselip di balik tatapan anggunnya. Kedua rasa itu mengalir pelan memasuki hatiku melalui tangga yang terjalin dari sepasang mataku yang berakhir tepat di hatiku.
Aku suka jingga pada purnama. Jingga rembulan yang tak semua orang menyadari keberadaannya, namun telah membuatku jatuh hati. Pertama aku melihatnya, kulihat rembulan itu tanpa kacamataku. Aku meraba rupanya yang menawanku dalam samar. Namun, semakin kukenal dia, semakin tak kutemukan alasanku mengaguminya, karena aku mencintainya tanpa satu pun alasan pasti. Hal paling pasti yang kutemukan dalam diriku bahwa aku kagum pada rembulan jingga, juga pada keagungan Penciptanya.
Kuning
Ada segudang kenangan dalam warna itu. Kenangan masa SMA saat aku berseragam kuning—rok kuning kotak-kotak dengan lipit-lipit yang membuatnya menjadi sangat lebar. Saat naik tangga, rok itu harus kuangkat, sedangkan saat turun, rok itu akan menyapu tangga. Bukan... bukan adegan layaknya putri mahkota yang memakai gaun dan sedang berjalan di tangga itu yang membuatku seragam kuning. Banyak kenangan saat SMA yang melangkah seiring ayunannya. Melihatnya, seolah membawaku kembali pada sejuta cinta yang tersemat di SMANSA Maros. Tiga tahun untuk selamanya.
Hijau
Katanya, hijau itu warna surga. Kesanku tentang hijau di bumi adalah: fresh. Menyegarkan mata. Waktu kecil, aku pernah kepengen hidup di dunia Teletubbies. Padang rumputnya hijau dengan hidup yang tak kompleks, namun bahagia.
Aku suka hijau sawah dan pepohonan di tepi jalan menuju Bantimurung (air terjun di Maros). Aku juga suka hijau daun-daunan dari pohon rindang di sebuah kantor seberang jalan rujab bupati Maros. Pemandangan yang kulalui tiap hari dan mengantarku menuju SMANSA Maros. Aku pun senang melihat hijau pohon-pohon kecil di taman depan ruang kepsek dan wakasek SMANSA Maros. Serumpun kenangan berdendang bersama semilir angin yang menggoyangkan dedaunan. Kursi panjang samping ruang guru yang menghadap langsung ke taman itu menjadi saksi tanpa kata atas segala cinta yang pernah kurasakan dan terus terjaga di sebuah tempat di hatiku.
Biru
Aku suka laut dan pantai. Saat berada di pantai, aku melihat warna biru terbentang luas di depan mataku bertemu warna biru lainnya yang membentang jalan di atasku, di atas bumi, di atas pantai. Melihat birunya air laut dan mendengar deburan ombak yang menyapa pantai, seolah risauku terangkat, dibawa oleh angin yang menggerakkan air di lautan.
Namun, terkadang aku lebih menikmati pantai di malam hari, warnanya biru tua. Kuakui biru muda laut di siang hari lebih indah. Tapi, sesekali aku merasa biru muda itu keindahan semu. Indah, namun bukan milikku. Ada banyak orang yang bermain di pantai biru muda, menghalangi mataku menikmati sepenuhnya dan mencegah hatiku memiliki seutuhnya. Berbeda dengan pantai biru tua di malam hari, kadang tak kutemukan banyak orang atau tidak ada sama sekali. Sifat possesive yang sering mendominasi hatiku mencintai suasana ini, biru tua milikku.
Nila
Namaku Nila. Saat SD di kelas IPA, aku baru tau bahwa nila adalah salah satu warna pelangi. Aku seneng banget. Sebelumnya, aku dan teman-temanku hanya tau nila dari peribahasa “setetes nila rusak susu sebelanga”. Kukira nila it adalah racun, ternyata pewarna. Heee... aku keluar dari paradigma nila adalah racun dan masuk pada dunia yang menyatakan bahwa nila adalah bagian dari pelangi. Kebahagiaanku semakin membuncah saat membaca text book Bahasa Indonesiayang emuat cerita tentang asal muasal pelangi yang dulunya merupakan putri-putri raja. Di antaranya ada Dewi Nila yang selalu muncul saat ada pelangi.
Ungu
Ada yang bilang bahwa ungu itu warna janda. Mm... aku yang bahkan belum menikah, suka warna ungu. Ungu terkadang mirip pink. Aku tidak bisa bercerita banyak karena kesukaanku pada warna ungu berawal dari kecintaanku pada warna pink.
O ya, aku juga suka band Ungu.
“baiknya ku pergi... tinggalkan dirimu... sejauh mungkin... untuk melupakan... dirimu yang slalu... tak pedulikanku....”
“maafkan aku... menduakan cintamu... berat rasa hatiku tinggalkan dirinya....”
WaRNa
2:52 PM |
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
0 comments:
Post a Comment